You are currently viewing Hotel dan Restoran Di Jabar Masih Banyak Yang Kolaps
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Jawa Barat--yang juga Ketua PHRI Jawa Barat Herman Muchtar ketika memberikan sambutan dalam acara Sosialiasi Program CHSE di Grand Mercure Hotel, Bandung, Rabu pagi (19/8/2020). (Foto:Ist)

JALAJAHNUSAE.com – Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat Herman Muchtar menyampaikan bahwa sampai saat ini masih banyak hotel dan restoran di Jawa Barat dalam kondisi kolaps. Penyebab belum bangkitnya kembali akibat menurunnya pengunjung dan masih tingginya angka kasus Covid-19.

“Memang, kita berada dalam posisi dilematis. Ketika Gubernur Jawa Barat (Ridwan Kamil) melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) tingkat okupansi naik tajam sampai di 30 persen. Namun bersamaan dengan kebijakan tersebut, ternyata kasus Covid-19 juga meningkat,” kata Herman ketika memberikan sambutan dalam acara Sosialisasi Pelaksanaan Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan dan Kelestarian Lingkungan bago Hotel dan Restoran (Cleanliness, Health, Safety and Environmental Sustainability–CHSE) di Grand Mercure Hotel Bandung Jln Setiabudhi, Rabu (19/8/2020).

Pelonggaran PSBB memiliki konsekuensi terjadinya eforia kunjungan wisatawan yang bersamaan dengan itu ternyata masih banyak masyarakat kurang memperhatikan penerapan protokol kesehatan. Rendahnya disiplin dalam penerapan protokol kesehatan ini menjadi pemicu munculnya klaster-klaster baru Covid-19.

Terkait hal itu, Herman, mengapresiasi pelaksanaan sosialisasi dari CHSE ini karena memang wajib dilaksanakan akibat dampak dari wabah Covid-19 yang sampai sekarang belum memberi tanda-tanya akan menghilang.

“Di satu sisi ekonomi kita semakin lama, akan semakin terpuruk,terkapar,lumpuh dan akhirnya akan menjadi Zombi,” tandasnya.

Dasar perkiraan tersebut,lanjut Herman, bisa dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi (LPE) nasional dimana pada kuartal II -5.2, sedangkan LPE Jabar – 5.9, sudah mendekati resesi.

“Kalau sampai kuartal III belum juga positif maka resesi sudah mengancam kita,” tandasnya.

Akibatnya, diperkirakan pengangguran akan semakin meningkat. Daya beli masyarakat akan semakin menurun. Pengusaha banyak yang kolaps. Cicilan bank juga akan banyak yang macet, kemudian berujung kebangkrutan.

“Sekarang saja, harga aset jauh menuru. Ini harus menjadi perhatian kita semua, betapa penting disaplin dalam penegakan protokol kesehatan supaya memutus mata rantai penularan Covid-19,” tandasnya.

Olah karenanya, Herman mengulangi bahwa Program Pemerintah mensosialisasikan CHSE adalah sangat tepat dan harus dan wajib kita ikuti.

“Saya mohon kepada semua Anggota PHRI (Hotel dan Restoran) agar betul-betul paham dan melaksanakan dengan sungguh-sungguh CHSE ini dan sosialisasikan kepada anggota-anggota disemua BPC PHRI Se-Jabar,” pintanya.

Membangun Kepercayaan Publik

Sementara itu, Plt. Deputi Sumber Daya dan Kelembagaan yang sekaligus Staf Ahli Bidang Pengembangan Berkelanjutan dan Konservasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Republik Indonesia Dr Frans Teguh tak menampik saat ini banyak sektor pariwisata terdampak luar biasa, baik dari sisi okupansi maupun pendapatan sampai pada resiko tenaga kerja yang terpapar.

“Ini menjadi refleksi kita semua. So what. Lalu apa yang harus kita lakukan. Tidak lain, harus tetap punya spirit dan strategi dalam melewati krisis Covid-19 ini,” kata Frans.

Upaya strategis dan teknis merupakan bagian dalam rangka membangun confidence, kepercayaan kita kepada publik dan minat wisatawan untuk melakuan aktivitas-ativitas wisata sebagai bagan dari gaya hidup dan kebutuhan wisatawan domestik maupun mancanegara.

“Mari kita hidup lebih bersih dan sehat, ramah terhadap lingkungan karena ini yang akan membangkikan kembali reputasi destinasi wisata,” tandasnya.

Program Berseka

Kepala Bidang Industri Pariwisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat Azis Zulficar Aly mengatakan pelaksanaan sosialisasi CHSE ini merupakan sinergitas dari asosiasi,industri pariwisata, dan akademisi.

“Di Jawa Barat sendiri kita juga punya program namanya, berseka yakni bersih,sehat, kanggo (untuk) Jawa Barat. Salah satunya adalah bagaimana kita menerapkan protokol kesehatan di destinasi, ditempat wisata maupun di industri pariwisata yang sekarang sedang kami lakukan,” paparnya.

Perubahan Paradigma Pariwisata

Ditempat yang sama, Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bandung Faisal mengemukakan sosialisasi CHSE ini merupakan program fundamental dalam masa pandemi ini. Terutama dalam panduan pelaksanaan kebersihan, kesehatan, keselematan dan kelestarian lingkungan di hotel dan restoran.

“Industri pariwisata merupakan usaha yang paling terakhir akan pulih. Inilah tantangan bagi kita semua, bagaimana kita bisa lebih memiliki daya tahan, juga kelincahan untuk beradaptasi dan tentu dengan sikap optimisme yang tinggi,” katanya.

Saat ini, menurut Faisal, ada pergeseran paradigma pariwisata. Sebelum pandemi corona secara nasional pendekatan pariwisata dirubah yang dari awalnya pendekatan target kedatangan, menjadi peningkatan devisa dan nilai tambah (quality tourism).

Kalau dalam konteks kaitannya dengan konsep, lanjutnya, itu juga terjadi perubahan paradigma. Yang dulu dari bersenang-senang, menjadi mencari pengalaman.

Di masa pandemi ini juga terjadi perubabahan, dimana yang selama ini kita bicara higienis dan sanitasi mungkin berubah menjadi berbicara tentang protokol CHSE.

“Karena inilah yang menjadi sumber utama untuk membangun trust (kepercayaan), memberikan jaminan kepada semua tamu dalam kaitannya untuk bisa tetap melaksanakan seluruh aktivitas pariwisata di Jawa Barat,” jelasnya.

Sumber Berita: JALAJAHNUSAE.com